Imam Syafi'i
IMAM SYAFI'I
Biografi Imam Syafi’i
Al-Hafidh Ibnu Hajar al-‘Asqalani mendatangkan sanad dari Ahmad bin
Muhammad bin Humaid al-‘Adawi al-Jahmi,beliau mengatakan:Nama lengkap imam
Syafi’i adalah: Muhammad bin Idris bin al-‘abbas bin Usman bin Syafi’ bin al-Saib bin ‘Ubaid bin Abdu yazid bin Hasyim bin
Muthallib bin Abdul Manaf bin Qushai.Beliau berhimpun beserta Rasulullah pada
Abdu Manaf yaitu kakeh Rasulullah yang ketiga.Beliau dikuniahkan dengan Abu
Abdullah dan digelari dengan Nasirul Hadits[1].
Adapun nasabnya dari pihak ibu terjadi perbedaan pendapat diantara
ulama kepada dua pendapat, yaitu :
1)
Menurut
pendapat yang masyhur :nama ibunya adalah Azdiyah dengan kuniah Ummu Habibah
al-Azdiyah, pendapat ini dishahihkan oleh al-Hafidh Ibnu Hajar al-‘Asqalani.
2)
Pendapat
yang kedua: ibunya adalah keturunan Hasyimiyah ,yang bernama Fathimah binti
Abdullah bin Hasan bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra, pendapat ini dirajihkan
oleh Imam Taj al-Din al-Subki.
Beliau dilahirkan pada tahun 150 H ,yaitu tahun diwafatkannya Imam
Abu Hanifah.Adapun tempat beliau dilahirkan terdapat tiga pendapat ulama, yaitu
:
1)
Beliau
dilahirkan di Ghazzah,kemudian ibunya membawa beliau ke Mekah pada usia dua
tahun.
2)
Beliau
dilahirkan di ‘Asqalan ,dengan jarak tempuh dari Ghazzah tiga farsakh.
3)
Beliau
dilahirkan di negeri Yaman,kemudia beliau dibawa ke Mekah.
Pendapat yang pertama dan kedua lebih hampir kepada benar.Al-Hafidh
Ibnu Hajar mengatakan bahwa antara pendapat yang pertama dan kedua tidak
terjadi pertentangan karena ‘Asqalan dan Ghazzah berhampiran, ‘Asqalan tersebut
adalah sebuah kota sedangkan Ghazzah adalah satu Qaryah (daerah).
Adapun pendapat yang ketiga maka ditakwilkan dengan bahwasanya Yaman
adalah negeri keluarganya,karena penduduk Ghazzah dan ‘Asqalan biasanya berasal
dari qabilah Yaman.
Iman Syafi’i hidup dilingkungan orang-orang Arab,beliau merupakan
orang yang sangat fakir yang tidak memiliki harta untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari.Beliau telah menjadi yatim semenjak masih kecil,kemudian
disaat berusia dua tahun,ibunya membawa beliau kepada sebaik-baik negeri yaitu
Mekah al-Mukarramah.
Imam Syafi’i menikah dengan sayidah Hamidah binti Nafi’ bin
‘Uyaynah bin Amr bin Usman bin ‘Affan
disaat berada di Mekah sesudah wafat Imam Malik ra.Usia beliau ketika
itu tiga puluh tahun, dan beliau juga memiliki sariyah (hamba sahaya).Dari
perkawinan tersebut melahirkan satu anak laki-laki ,yaitu :Muhammad al-Akbar
dengan kuniah Abi Usman, dan dua anak perempuan yaitu : Fathimah dan Zainab,
dan juga dikarunia seorang putra dari hamba sahayanya yaitu: Hasan bin Muhammad
yang wafat diwaktu masih kecil.
Sesudah beberapa tahun menetap di Mesir beliau menderita penyakit
ambiyen yang sangat kronis, bahkan dikatakan oleh al-Hafidh al-Baihaqi
rahimahullah bahwa beliau mengalami penyakit yang cukup parah kadang-kadang
keluar darah yang membasahi celana dan sepatunya,sehingga hari demi hari
penyakitnya pun semakin bertambah hingga menghadap ilahi rabbi pada malam
jum’at diakhir bulan rajab tahun 204 H, dan dikuburkan pada hari jum’at[2].
Kehidupan Imam Syafi’i Dalam Menuntut Ilmu
Imam Syafi’i sangat bersungguh sungguh dalam menuntut ilmu,beliau
rela menempuh perjalanan dari satu negeri kenegeri yang lain, dari satu
madrasah kemadrasah yang lain hingga ke .Madinah.
1.
Imam Syafi’i di Mekah
Imam Syafi’i memulai kehidupannya dalam mencari ilmu dinegeri Mekah
(Ummul Qura),beliau menghafal al-qur an sebelum usianya mencapai tujuh tahun
dengan guru bernama Ismail bin Abdullah bin Qashthanthin yang merupakan guru
penduduk Mekah pada masanya. Kemudian beliau menghadiri majlis ulama seraya
menghafal hadits dan masalah-masalah agama.
Imam Syafi’i berkata: “aku hidup dalam pangkuan ibuku dalam
keadaan yatim, dan bin tidak memiliki harta yang bisa diberikan kepada guru,
dan guruku meridhai kepadaku untuk belajar padanya, maka tatkala aku khatam
al-qur an dan aku masuk mesjid seraya berkumpul dengan para ulama sambil
menghafal hadits dan masalah, dan aku melihat kepada tulang yang dihamparkan
mka akupun menulis hadits dan masalah sehingga apabila telah penuh maka aku
campakkan dalam tempayan”.
Beliau keluar kepelosok Huzail untuk belajar syair dan ilmu
gramatika arab selama dua puluh
tahun,sehingga beliau berkata : “tidak aku maksudkan dari belajar
ilmu tersebut kecuali supaya dapat terbantu dalam mempalajari ilmu fikih”[3].
2.
Perjalanan Imam Syafi’i ke Madinah
Imam Syafi’i disaat berusia tiga belas tahun berangkat ke Madinah
untuk mencari ilmu di madrasah imam negeri hijrah yaitu Imam Malik bin Anas
rahimahullah. Imam Syafi’i selalu bersama imam Malik selama lebih kurang enam
belas tahun hingga gurunya wafat pada tahun 179 H.Beliau telah menghafal kitab
al-Muwathak sebelum berjumpa dengan Imam Malik,sehingga Imam Malik sangat kagum
kepadanya.Sesudah imam Malik wafat, beliau kembali ke negeri Mekah dengan
memperoleh ilmu yang sangat banyak sehingga beliau dilantik menjadi mufti di
tanah haram Mekah.
Imam Syafi’i diizinkan
oleh gurunya Abu Khalid Muslim bin Khalid al-Zanji untuk memberi fatwa disaat
beliau berusia lima belas tahun[4].
3.
Perjalanan Imam Syafi’i ke Yaman
Sesudah wafatnya Imam Malik,imam Syafi’i kembali ke Mekah dalam
keadaan fakir,dari sinilah timbul keinginan untuk bekerja untuk menutupi
kebutuhannya sehingga tidak berhajat kepada orang lain. Pada saat itu Allah
menghendaki kepada penguasa yaman untuk menziyarahi Hijaz.Pada ketika itu
kerabat Imam Syafi’i mengatakan kepadanya agar menyertai penguasa tersebut
untuk pergi ke negeri Yaman, karena beliau tidak memiliki perbekalan dalam
bermusafir. Tetapi Allah menghendaki perjalanan beliau sama seperti perjalanan
yang lain yaitu berbimbang dengan menuntut ilmu.Pada perjalanan ini beliau
mempelajari ilmu firasat dari ulama-ulama Yaman.
Ditulis oleh tgk.Iswandi el_Nisamy,santri dayah Raudhatul Ma;arif Al-Aziziyah,Cot Trueng,Muara Batu,Aceh Utara.
[1] Tahzibul asmak wa lughat juz 1 hal 44.
[2] Manaqib imam
Syafi’i karangan Ibnu Katshir hal 260.
[3]Manaqib Imam
Syafi’i karya Ibnu Katshir hal 72-73.
[4] Tahzibul
Asmak wal Lughat juz 1 hal 50-51.
Tidak ada komentar